Islam datang dengan segala kemudahan dan keuniversalan, sehingga dapat diaplikasikan dalam setiap aspek kehidupan. Akan tetapi, kemudahan yang ada dalam ajaran agama (Islam) tersebut bukan untuk dipermudah dan mencari mudahnya saja. Sehingga dengan demikian setiap muslim yang menerapkan ajaran agama (Islam) tersebut akan dan selalu menjadi kebenaran, bukan sebaliknya, mencari pembenaran. Apabila pembenaran yang selalu menjadi patokan, maka hal tersebutlah yang dapat memicu suatu konflik. Karena dalam pembenaran tersebut melahirkan suatu ego ke-Aku-an yang seolah-olah dirinyalah yang paling tepat, paling baik, dan paling benar. Apabila sudah demikian, maka orang tersebut susah lagi untuk duduk bersama, sharing, dan di arahkan kepada nilai-nilai kebenaran dan toleransi.
Salah satu ajaran yang ada dalam agama (Islam) adalah tentang kajian fiqh. Fiqh yang secara teknis banyak membahas dan mengupas tentang ibadah, banyak menuai perbedaan dan perdebatan. Perbedaan dan perdebatan tersebut tentunya bukan merupakan sesuatu hal yang dipandang negatif juga, asalkan setiap orang siap dan mau toleran dengan perbedaan dan perdebatan tersebut. Dengan mengedepankan toleransi tersebut, maka hasil dari perbedaan dan perdebatan tersebut dapat menambah ilmu dan san bagi setiap orang, khususnya berkenaan dengan hal yang diperdebatkannya tersebut.
Akan tetapi, pada kenyataannya banyak terjadi di masyarakat kita, dengan membahas kajian dan perbedaan dalam fiqh (ikhtilaf) tersebut menjadikan konflik yang berkepanjangan. Bahkan mungkin bagi sebagian orang tidak akan pernah berujung dengan damai. Hal tersebut disebabkan, sebagian orang atau masyarakat tersebut taklid buta dengan ajaran yang diperolehnya, sehingga ibadah dalam fiqh yang dilakukannya dipandang paling baik dan benar.